Sekjen OPSI sekaligus anggota presidium KAJS,
Timboel Siregar mengusulkan agar penerapan iuran BPJS Kesehatan dilakukan
secara bertahap. Pasalnya, dari hasil diskusi tentang iuran Jaminan Kesehatan
(Jamkes) di Kemenkes beberapa waktu lalu, diperkirakan pada pelaksanaan BPJS
Kesehatan nanti terdapat surplus yang jumlahnya mencapai ratusan milyar rupiah.
Surplus itu menurut Timboel dipengaruhi oleh besaran iuran, utilitas orang
sakit dan ongkos yang dikeluarkan BPJS Kesehatan kepada RS pemberi layanan
kesehatan.
Dari simulasi iuran untuk pekerja sektor formal
yang dipaparkan pakar Jamkes dan Jamsos pada diskusi itu, Timboel mencatat jika
iuran dipatok 5 persen, akan ada surplus sebesar Rp943 milyar. Sedangkan untuk
iuran 4,7 persen, surplus yang bakal didapat sekitar Rp600 miliar. Perhitungan
itu mengasumsikan utilitas orang sakit rawat jalan sebesar 9,7 dari seribu
orang dan rawat inap 2,4 dari seribu orang.
Mengingat ada surplus, Timboel berpendapat iuran
BPJS Kesehatan tidak harus sebesar 5 persen sebagaimana usulan pemerintah.
Namun, iuran itu dapat dilakukan secara bertahap dan dimulai pada masa awal
BPJS Kesehatan berjalan. “Karena surplus, bagaimana kalau iuran tidak 5 persen,
tapi secara bertahap, misalnya 4 persen, toh masih ada surplus kok,”
katanya kepada hukumonline di Jakarta, Jumat (13/9).
Menurut Timboel, pentahapan itu sesuai dengan
amanat UU SJSN dan BPJS. Sebab, pada tahap awal BPJS Kesehatan berjalan, 1
Januari 2012 – 1 Juli 2015, UU Jamsostek dan peraturan turunannya masih
berlaku. Dalam UU Jamsostek, pemberi kerja diperintah untuk membayar secara
penuh iuran program jaminan pemeliharaan kesehatan (JPK) bagi para pekerjanya.
Selaras dengan itu PP Penyelenggaraan Program
Jamsostek mewajibkan pemberi kerja membayar iuran 3 persen untuk pekerja lajang
dan 6 persen pekerja yang sudah menikah. Timboel mengingatkan, ketentuan itu
telah berjalan cukup baik selama ini. “Pastinya pemberi kerja telah
mengalokasikan anggaran rata-rata minimal 4,5 persen untuk iuran Jamkes bagi
pekerjanya setiap tahun,” tandasnya.
Atas dasar itu, Timboel mengusulkan agar iuran
sebesar 4,5 persen untuk pekerja sektor formal dipertahankan sampai 1 Juli
2015. Setelah itu, barulah pekerja sektor formal mengiur 0,5 persen kepada BPJS
Kesehatan. Dengan komposisi pentahapan iuran itu Timboel mengatakan pemerintah
seharusnya menjalankannya dan pemberi kerja mematuhinya. Apalagi, sampai
sekarang tidak ada penambahan alokasi iuran dari pemberi kerja. Begitu pula dengan
batas atas upah yang dipatok 2 kali PTKP. “Bahwa batas atas upah di PP
Penyelenggaraan Program Jamsostek adalah 2 kali PTKP, sama seperti yang akan
diatur dalam Perpres iuran BPJS Kesehatan,” tukasnya.
Sayangnya, langkah yang bakal ditempuh pemerintah
dalam mengatur iuran BPJS Kesehatan dirasa berbeda dengan usulan tersebut.
Pasalnya, Timboel melihat pemerintah bersikukuh mematok iuran sebesar 5 persen
dengan komposisi 1 persen diiur pekerja dan sisanya pemberi kerja. Ia khawatir
setahun setelah BPJS Kesehatan beroperasi, komposisi iuran itu diubah menjadi 2
persen diiur pekerja dan sisanya pemberi kerja.
Komposisi itu menurut Timboel seperti skema iuran
yang bakal diterapkan untuk PNS, TNI dan Polri. Yaitu 2 persen iuran ditanggung
pekerja dan sisanya dibayar pemerintah selaku pemberi kerja. “Pemerintah salah
dalam menginterpretasikan pasal 17 UU SJSN. Seharusnya pada tahap awal (1
januari 2014 - 1 juli 2015) iuran 4,5 persen dan dibayar full pemberi
kerja,” tuturnya.
Sebelumnya, menanggapi adanya kemungkinan surplus
dari pembayaran iuran BPJS Kesehatan, Menkes Nafsiah Mboi memastikan setiap
kelebihan yang diperoleh akan dikembalikan ke BPJS. Menurutnya, hal itu bakal
dilakukan karena BPJS dibentuk untuk menjalankan program yang berkelanjutan.
Untuk iuran, Nafsiah mengatakan besaran 5 persen
akan diusulkan untuk diterapkan kepada pekerja sektor formal baik swasta atau
PNS. Dari perhitungan yang dilakukan aktuaria, Nafsiah menyebut besaran itu
dapat mendorong untuk menciptakan sistem pelayanan yang bermutu dan langgeng.
Lagipula, dengan iuran sebesar 5 persen dari upah sebulan, Nafsiah menilai
manfaat yang nanti diterima peserta bakal lebih baik ketimbang yang ada
sekarang. Walau begitu Nafsiah tidak menampik kemungkinan ke depan bakal ada
perubahan atas besaran iuran itu.
“Memang usul pemerintah saat ini, pekerja 1
persen dan pemberi kerja 4 persen, itu sudah win-win solution, itu
berlaku untuk pemberi kerja kategori lembaga pemerintah atau swasta,” pungkas
Nafsiah.
No comments:
Post a Comment