Monday, 28 October 2013

Semoga dengan hadirnya BPJS tidak terjadi kebocoran serta tidak terjebak pada korupsi


Sekjen OPSI sekaligus anggota presidium KAJS, Timboel Siregar mengusulkan agar penerapan iuran BPJS Kesehatan dilakukan secara bertahap. Pasalnya, dari hasil diskusi tentang iuran Jaminan Kesehatan (Jamkes) di Kemenkes beberapa waktu lalu, diperkirakan pada pelaksanaan BPJS Kesehatan nanti terdapat surplus yang jumlahnya mencapai ratusan milyar rupiah. Surplus itu menurut Timboel dipengaruhi oleh besaran iuran, utilitas orang sakit dan ongkos yang dikeluarkan BPJS Kesehatan kepada RS pemberi layanan kesehatan.
Dari simulasi iuran untuk pekerja sektor formal yang dipaparkan pakar Jamkes dan Jamsos pada diskusi itu, Timboel mencatat jika iuran dipatok 5 persen, akan ada surplus sebesar Rp943 milyar. Sedangkan untuk iuran 4,7 persen, surplus yang bakal didapat sekitar Rp600 miliar. Perhitungan itu mengasumsikan utilitas orang sakit rawat jalan sebesar 9,7 dari seribu orang dan rawat inap 2,4 dari seribu orang.
Mengingat ada surplus, Timboel berpendapat iuran BPJS Kesehatan tidak harus sebesar 5 persen sebagaimana usulan pemerintah. Namun, iuran itu dapat dilakukan secara bertahap dan dimulai pada masa awal BPJS Kesehatan berjalan. “Karena surplus, bagaimana kalau iuran tidak 5 persen, tapi secara bertahap, misalnya 4 persen, toh masih ada surplus kok,” katanya kepada hukumonline di Jakarta, Jumat (13/9).
Menurut Timboel, pentahapan itu sesuai dengan amanat UU SJSN dan BPJS. Sebab, pada tahap awal BPJS Kesehatan berjalan, 1 Januari 2012 – 1 Juli 2015, UU Jamsostek dan peraturan turunannya masih berlaku. Dalam UU Jamsostek, pemberi kerja diperintah untuk membayar secara penuh iuran program jaminan pemeliharaan kesehatan (JPK) bagi para pekerjanya.
Selaras dengan itu PP Penyelenggaraan Program Jamsostek mewajibkan pemberi kerja membayar iuran 3 persen untuk pekerja lajang dan 6 persen pekerja yang sudah menikah. Timboel mengingatkan, ketentuan itu telah berjalan cukup baik selama ini. “Pastinya pemberi kerja telah mengalokasikan anggaran rata-rata minimal 4,5 persen untuk iuran Jamkes bagi pekerjanya setiap tahun,” tandasnya.
Atas dasar itu, Timboel mengusulkan agar iuran sebesar 4,5 persen untuk pekerja sektor formal dipertahankan sampai 1 Juli 2015. Setelah itu, barulah pekerja sektor formal mengiur 0,5 persen kepada BPJS Kesehatan. Dengan komposisi pentahapan iuran itu Timboel mengatakan pemerintah seharusnya menjalankannya dan pemberi kerja mematuhinya.  Apalagi, sampai sekarang tidak ada penambahan alokasi iuran dari pemberi kerja. Begitu pula dengan batas atas upah yang dipatok 2 kali PTKP. “Bahwa batas atas upah di PP Penyelenggaraan Program Jamsostek adalah 2 kali PTKP, sama seperti yang akan diatur dalam Perpres iuran BPJS Kesehatan,” tukasnya.
Sayangnya, langkah yang bakal ditempuh pemerintah dalam mengatur iuran BPJS Kesehatan dirasa berbeda dengan usulan tersebut. Pasalnya, Timboel melihat pemerintah bersikukuh mematok iuran sebesar 5 persen dengan komposisi 1 persen diiur pekerja dan sisanya pemberi kerja. Ia khawatir setahun setelah BPJS Kesehatan beroperasi, komposisi iuran itu diubah menjadi 2 persen diiur pekerja dan sisanya pemberi kerja.
Komposisi itu menurut Timboel seperti skema iuran yang bakal diterapkan untuk PNS, TNI dan Polri. Yaitu 2 persen iuran ditanggung pekerja dan sisanya dibayar pemerintah selaku pemberi kerja. “Pemerintah salah dalam menginterpretasikan pasal 17 UU SJSN. Seharusnya pada tahap awal (1 januari 2014 - 1 juli 2015) iuran 4,5 persen dan dibayar full pemberi kerja,” tuturnya.
Sebelumnya, menanggapi adanya kemungkinan surplus dari pembayaran iuran BPJS Kesehatan, Menkes Nafsiah Mboi memastikan setiap kelebihan yang diperoleh akan dikembalikan ke BPJS. Menurutnya, hal itu bakal dilakukan karena BPJS dibentuk untuk menjalankan program yang berkelanjutan.
Untuk iuran, Nafsiah mengatakan besaran 5 persen akan diusulkan untuk diterapkan kepada pekerja sektor formal baik swasta atau PNS. Dari perhitungan yang dilakukan aktuaria, Nafsiah menyebut besaran itu dapat mendorong untuk menciptakan sistem pelayanan yang bermutu dan langgeng. Lagipula, dengan iuran sebesar 5 persen dari upah sebulan, Nafsiah menilai manfaat yang nanti diterima peserta bakal lebih baik ketimbang yang ada sekarang. Walau begitu Nafsiah tidak menampik kemungkinan ke depan bakal ada perubahan atas besaran iuran itu.
“Memang usul pemerintah saat ini, pekerja 1 persen dan pemberi kerja 4 persen, itu sudah win-win solution, itu berlaku untuk pemberi kerja kategori lembaga pemerintah atau swasta,” pungkas Nafsiah.

No comments:

Post a Comment

 
Blogger Templates