Sunday, 16 February 2014

Reposisi yang Lama, Kreasi yang Baru

Kita semua sudah mafhum bahwa satu-satunya yang tak berubah alias abadi dalam kehidupan hanyalah perubahan itu sendiri. Dari zaman dulu, hukumnya sudah seperti itu. Yang membedakannya hanyalah dinamika dan kecepatan perubahan itu sendiri. Daur ulang produk juga semakin pendek. Barang konsumen yang dulu berganti model setiap tiga tahun, boleh jadi saat ini sudah berubah bentuk setiap 6 bulanan. Demikian pula, rata-rata usia perusahaan pada kenyataannya semakin menurun dari masa ke masa. Sebuah studi bahkan menunjukkan jika di tahun 1960-an, rata-rata usia hidup sebuah perusahaan yang terdaftar dalam S&P 500 sekitar 61 tahun, maka di tahun 1980-an usianya berkurang menjadi 25 tahun. Dan saat ini, umurnya pun bahkan menciut lagi menjadi 18 tahun. Betapa cepat dan dinamisnya gerak perubahan yang terjadi, khususnya dalam peradaban korporasi!
Ekuslie Goestiandi
Ekuslie Goestiandi
Suka tidak suka, perubahan medan pasar yang masif, perkembangan teknologi baru yang cepat dan hadirnya para pendatang bisnis baru yang sangat efisien dan berbiaya murah, membuat perusahaan mapan tak bisa santai dan berlama-lama menikmati kejayaannya. Kembali pada hukum alam “perubahan”, satu-satunya jalan yang memungkinkan sebuah perusahaan bertahan dan bertumbuh langgeng adalah melakukan perubahan itu sendiri. Di dunia korporasi, perubahan ini lazim disebut sebagai transformasi organisasi.
Seperti dikatakan oleh Charles Darwin, It is not the strongest of the species that survives, nor the most intelligent that survives. It is the one that is the most adaptable to change (bukan mereka yang kuat dan digdaya yang akan bertahan hidup, sebaliknya mereka yang mampu menyesuaikan diri dengan perubahanlah yang akan hidup dan bertumbuh langgeng)”, maka kata kunci kelanggengan organisasi di era perubahan yang dahsyat ini adalah kesiapan menghadapi perubahan atawa transformasi.
Dalam jagat korporasi, transformasi acap kali ditafsirkan sebagai proses “lahir baru”, yang berarti mematikan yang lama dan melahirkan yang baru. Proses “lahir baru” dalam hal ini bisa diartikan menghentikan produk/jasa yang ada selama ini, atau bahkan menutup perusahaan itu sama sekali, dan seterusnya menciptakan produk baru atau bahkan membangun perusahaan baru lainnya. Mungkinkah kita melakukan keduanya simultan pada waktu bersamaan, yakni sekaligus melanggengkan yang lama dan membangun yang baru?
Dalam studinya yang bertajuk Two Routes to Resilience (HBR, Desember 2012), Clark Gilbert dkk. memaparkan bahwa proses transformasi sebuah perusahaan dapat menempuh dua jalur perubahan seperti disebut di atas secara bersamaan, tanpa harus mengorbankan satu dengan lainnya. Lebih jauh, jika dilakukan dengan tepat, jalur ganda ini (melanggengkan yang lama dan membangun yang baru) bahkan akan menciptakan sinergi yang mendatangkan manfaat bisnis yang nyata. Secara ilustratif, Gilbert dkk. menyebut dua jalur transformasi tersebut sebagai jalur transformasi A dan jalur transformasi B. Jalur transformasi A adalah perubahan yang dilakukan dengan mereposisi bisnis inti/utama yang ada sekarang, yakni menyesuaikan model bisnisnya dengan kondisi pasar yang sedang ataupun sudah berubah. Sementara jalur transformasi B adalah perubahan yang dilaksanakan dengan membangun sebuah bisnis yang baru, yang terpisah dari yang ada sekarang, dan diharapkan menjadi sumber pertumbuhan usaha di masa mendatang.
Perusahaan mesin fotokopi dan printer Xerox adalah salah satu contoh organisasi yang berhasil melakukan jalur transformasi ganda ini. Pada era 1990-an, kompetisi di bidang teknologi dokumentasi yang begitu dahsyat (khususnya di negara-negara Asia yang menjadi pasar terbesar Xerox) telah menggerus keuntungan dan pangsa pasar Xerox, yang terkenal dengan produknya yang komplikatif dan mahal. Akibatnya, di tahun 2000, mereka membukukan kerugian bersih sekitar US$ 273 juta, dengan nilai pendapatan US$ 19 miliar. Tak sanggup menanggung kerugian yang sedemikian parah, perusahaan dipaksa menempuh jalan perubahan alias transformasi. Secara perlahan tetapi pasti, Xerox bahkan menempuh jalur transformasi ganda, yakni mereposisi bisnis inti mereka selama ini sekaligus menciptakan model bisnis yang baru.
Xerox tetap mempertahankan bisnis teknologi dokumentasi mereka, yakni mesin fotokopi dan printer. Bedanya, kali ini mereka membuat mesin fotokopi dan printer yang lebih sederhana (tidak komplikatif), harga yang lebih terjangkau, lebih maju secara teknologi dan sekaligus lebih efisien dalam biaya operasionalnya. Dengan spesifikasi yang technologyly-advanced dan cost- effective, bisnis teknologi dokumentasi Xerox pun akhirnya bisa bertahan dan bertumbuh lagi. Sembari mempertahankan bisnis inti mereka, Xerox juga mengakuisisi sebesar US$ 5,5 miliar atas perusahaan Accelerated Computer Services (ACS) yang membidangi pengelolaan dan otomasi proses kerja untuk perusahaan besar. Dengan mengombinasikan kekuatan Xerox di bidang teknologi dokumentasi dan keahlian ACS di bidang pengelolaan proses kerja, mereka mendeklarasikan diri sebagai penyedia solusi (solution provider) yang unggul untuk melayani kebutuhan perkantoran perusahaan di seluruh dunia.
Dengan integrasi dua jalur transformasi di atas, Xerox dapat meningkatkan efisiensi dengan cara memanfaatkan fungsi tertentu seperti: riset dan pengembangan, branding dan pemasaran untuk keperluan dua model bisnis sekaligus, yakni teknologi dokumentasi dan manajemen proses kerja. Ujung-ujungnya, pada akhir 2011, hasil sinergi dan integrasi tersebut mendatangkan nilai penjualan total sebesar US$ 23 miliar dengan keuntungan bersih perusahaan sekitar US$ 1,3 miliar.
Namun, kita jangan salah paham bahwa transformasi jalur ganda akan otomatis mendatangkan hasil sinergis dan keuntungan bagi perusahaan. Lagi-lagi Gilbert dkk. menegaskan bahwa salah satu kunci keberhasilan melakukan transformasi jalur ganda adalah memiliki kompetensi dan proses yang memungkinkan dua jalur transformasi itu saling berbagi sumber daya (resource sharing) tanpa mencampuri urusan operasional masing-masing jalur satu sama lainnya. Dan, itu berarti perusahaan harus memiliki SDM yang unggul dengan budaya kerja sama lintas fungsi yang baik. Tak kalah penting, proses kerja di perusahaan juga harus memungkinkan anggota tim kerja tersebut melakukan capabilities exchange atau pertukaran keahlian sesuai dengan kepentingan perusahaan secara cepat. Dengan kata lain, perusahaan harus memiliki budaya fleksibilitas yang mendobrak kebiasaan silo yang kaku dan tak tanggap untuk berubah.
Ekuslie Goestiandi, Pemerhati manajemen dan seorang pembelajar

No comments:

Post a Comment

 
Blogger Templates