Kemerosotan
kurs Rupiah hingga nyaris 13,000 per Dolar beberapa hari belakangan telah
menjadi berita terpanas menjelang akhir tahun. Beragam faktor menjadi penyebab
kurs rupiah melemah diantaranya fundamental ekonomi Indonesia yang masih rapuh
serta sentimen regional Asia dan negara-negara berkembang yang memburuk dan
berakibat pada pelarian modal ke luar negeri.
Depresiasi, atau penurunan nilai tukar (kurs) suatu mata uang, seringkali dipandang negatif. Kenapa? Padahal sebenarnya, ada yang diuntungkan dan ada pula yang dirugikan. Kurs Rupiah melemah memiliki beragam implikasi bagi masyarakat, baik perusahaan maupun individual.
Depresiasi, atau penurunan nilai tukar (kurs) suatu mata uang, seringkali dipandang negatif. Kenapa? Padahal sebenarnya, ada yang diuntungkan dan ada pula yang dirugikan. Kurs Rupiah melemah memiliki beragam implikasi bagi masyarakat, baik perusahaan maupun individual.
1. Nilai Gaji Dalam Dolar AS Meningkat
Tanpa
perlu dijabarkan sekalipun, fakta ini sudah umum dipahami. Kurs Rupiah melemah
membuat nilai gaji dalam bentuk Dolar AS atau mata uang asing lainnya jadi
meningkat saat ditukarkan dengan Rupiah. Kiriman bulanan TKI sebesar 500 USD ke
keluarganya di Indonesia, misalnya. Saat kurs Rupiah 12,000 per Dolar AS maka
jumlah itu hanya akan setara dengan sekitar 6 juta Rupiah; tetapi bila kurs
Rupiah melemah hingga 13,000 per Dolar AS maka nilainya akan meningkat jadi
sekitar 6,5 juta Rupiah.
Ini dengan sendirinya akan meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan keluarga Indonesia yang kebetulan kerabatnya bekerja di luar negeri, sekaligus membuat makin banyak orang berkeinginan untuk menjadi TKI.
Ini dengan sendirinya akan meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan keluarga Indonesia yang kebetulan kerabatnya bekerja di luar negeri, sekaligus membuat makin banyak orang berkeinginan untuk menjadi TKI.
2. Meningkatkan Daya Saing Produk Made In Indonesia
di Luar Negeri
Sudah
umum diketahui juga bahwa dengan kurs Rupiah melemah, harga produk Indonesia
akan makin murah bagi konsumen yang berdomisili di luar negeri. Secara
teoritis, hal ini bisa meningkatkan pangsa pasar bagi produk-produk Made In
Indonesia. Selain itu, perusahaan berorientasi ekspor menerima pembayaran
dari luar negeri dalam bentuk Dolar AS yang nilainya semakin tinggi seiring
melemahnya Rupiah. Dengan sendirinya, kondisi ini bisa meningkatkan ekspor
Indonesia.
Jajaran bumbu-bumbu instan produk Indonesia di salah satu toko di Jepang. Nampak label harga dalam Yen.
Meningkatnya
daya saing produk Made In Indonesia di luar negeri ini berpotensi memicu
ekspor Indonesia dan menguntungkan perusahaan-perusahaan berorientasi ekspor
jika biaya produksi barang-barang ekspor itu sendiri bisa dijaga dalam kisaran
normal dan produk Indonesia disukai di luar negeri.
3. Harga Barang Impor Naik
Salah satu
dampak yang langsung terasa saat kurs Rupiah melemah adalah kenaikan harga
barang-barang impor. Sebagian besar perdagangan luar negeri Indonesia
dijalankan dengan perantaraan Dolar AS, sehingga mahalnya Dolar AS akan membuat
harga barang impor juga makin mahal. Apakah ini bagus?
Bagi barang-barang impor dari jenis barang konsumsi, mungkin bagus. Katakanlah harga buah-buahan impor naik, misalnya, maka orang mungkin akan tertarik untuk membeli buah-buahan lokal yang lebih murah dan segar. Jika masyarakat lebih suka buah lokal, maka impor buah pun akan turun. Pendapatan importir buah ikut anjlok, tetapi di saat yang bersamaan akan menggeser rejeki bagi petani dan pedagang buah lokal.
Namun, kenaikan harga barang impor ini akan buruk sekali bagi industri yang berbahan baku impor, misalnya industri Tempe dan Tahu. Kebutuhan kedelai Indonesia sebagian besar dipenuhi dari impor, sehingga bila kurs Rupiah melemah terus menerus, maka harga kedelai akan makin menjulang tinggi, dan dampaknya harga Tempe dan Tahu naik, serta industrinya terancam gulung tikar.
Bagi barang-barang impor dari jenis barang konsumsi, mungkin bagus. Katakanlah harga buah-buahan impor naik, misalnya, maka orang mungkin akan tertarik untuk membeli buah-buahan lokal yang lebih murah dan segar. Jika masyarakat lebih suka buah lokal, maka impor buah pun akan turun. Pendapatan importir buah ikut anjlok, tetapi di saat yang bersamaan akan menggeser rejeki bagi petani dan pedagang buah lokal.
Namun, kenaikan harga barang impor ini akan buruk sekali bagi industri yang berbahan baku impor, misalnya industri Tempe dan Tahu. Kebutuhan kedelai Indonesia sebagian besar dipenuhi dari impor, sehingga bila kurs Rupiah melemah terus menerus, maka harga kedelai akan makin menjulang tinggi, dan dampaknya harga Tempe dan Tahu naik, serta industrinya terancam gulung tikar.
Industri Tempe Rumahan
Semakin
banyak industri berbahan baku impor di Indonesia, maka dampak kurs rupiah
melemah terhadap perekonomian akan semakin berat. Selain karena
perusahaan-perusahaan di industri itu terancam tutup, para pegawainya bisa
di-PHK, dan pertumbuhan ekonomi juga terancam melambat. Padahal, jumlah
industri berbahan baku impor ini banyak sekali, bukan hanya industri Tempe dan
Tahu.
4. Beban Hutang Negara Dan Swasta Makin Berat
Guna
menjalankan pembangunan negara, pemerintah seringkali perlu berhutang, baik
secara langsung ke lembaga atau negara tertentu, maupun dengan menerbitkan obligasi
(surat utang). Perusahaan-perusahaan swasta pun seringkali perlu berhutang dulu
untuk mengembangkan usahanya. Jika hutang-hutang ini dilakukan dalam bentuk
Dolar AS, maka pengembaliannya pun harus dilakukan dengan mata uang yang sama,
walaupun kurs Rupiah saat pengembalian hutang berbeda dengan saat pemberian
hutang.
Umpamakan perusahaan X berhutang 1 juta USD saat kurs Rupiah masih 12,000 per Dolar AS, atau dengan kata lain ia akan mendapatkan dana segar dari sumber hutang sebesar 12 milyar Rupiah. Perjanjiannya, satu tahun kemudian ia harus mengembalikan hutang 1 juta USD itu plus bunga 2% (20,000 USD). Di awal perjanjian, ia mungkin mengira hanya perlu mengembalikan 12 milyar Rupiah plus bunga 240 juta Rupiah. Tetapi bila saat jatuh tempo pengembalian hutang tiba ternyata kurs Rupiah melemah hingga 13,000 per Dolar AS, maka besar jumlah yang harus dikembalikan perusahaan X tersebut adalah 13 milyar Rupiah plus bunga 260 juta Rupiah. Atau dengan kata lain, beban hutangnya berlipat ganda dari pinjaman awal.
Saat krisis tahun 1997/1998 dulu, sebagian besar hutang Indonesia, baik hutang negara maupun hutang swasta, berbasis Dolar Amerika Serikat. Akibatnya, ketika kurs Rupiah melemah drastis, maka perekonomian langsung kolaps. Namun selama beberapa tahun terakhir ini, Pemerintah lebih banyak berhutang dalam Rupiah, sehingga risiko krisis jadi lebih kecil. Walaupun demikian, sebagian hutang Pemerintah Indonesia masih ada yang berdenominasi Dolar AS, begitu pula banyak sekali hutang-hutang perusahaan swasta dalam mata uang tersebut, sehingga ketika kurs Rupiah melemah akan tetap terasa efeknya.
Demikianlah sejumlah pengaruh signifikan yang menjadi dampak kurs Rupiah melemah. Positif atau negatifnya pelemahan nilai tukar bisa berbeda-beda bagi setiap orang. Selain empat poin diatas tersebut juga ada sejumlah efek minor lain yang mungkin timbul. Namun dampaknya bagi negara merupakan gabungan dari semua dampak negatif dan positif itu, sehingga ibarat penjumlahan dan pengurangan dalam matematika, apakah menguntungkan atau merugikan hasil akhirnya akan tergantung pada lebih banyak mana antara positif dan negatifnya, dan itupun bervariasi antar sektor ekonomi.
Umpamakan perusahaan X berhutang 1 juta USD saat kurs Rupiah masih 12,000 per Dolar AS, atau dengan kata lain ia akan mendapatkan dana segar dari sumber hutang sebesar 12 milyar Rupiah. Perjanjiannya, satu tahun kemudian ia harus mengembalikan hutang 1 juta USD itu plus bunga 2% (20,000 USD). Di awal perjanjian, ia mungkin mengira hanya perlu mengembalikan 12 milyar Rupiah plus bunga 240 juta Rupiah. Tetapi bila saat jatuh tempo pengembalian hutang tiba ternyata kurs Rupiah melemah hingga 13,000 per Dolar AS, maka besar jumlah yang harus dikembalikan perusahaan X tersebut adalah 13 milyar Rupiah plus bunga 260 juta Rupiah. Atau dengan kata lain, beban hutangnya berlipat ganda dari pinjaman awal.
Saat krisis tahun 1997/1998 dulu, sebagian besar hutang Indonesia, baik hutang negara maupun hutang swasta, berbasis Dolar Amerika Serikat. Akibatnya, ketika kurs Rupiah melemah drastis, maka perekonomian langsung kolaps. Namun selama beberapa tahun terakhir ini, Pemerintah lebih banyak berhutang dalam Rupiah, sehingga risiko krisis jadi lebih kecil. Walaupun demikian, sebagian hutang Pemerintah Indonesia masih ada yang berdenominasi Dolar AS, begitu pula banyak sekali hutang-hutang perusahaan swasta dalam mata uang tersebut, sehingga ketika kurs Rupiah melemah akan tetap terasa efeknya.
Demikianlah sejumlah pengaruh signifikan yang menjadi dampak kurs Rupiah melemah. Positif atau negatifnya pelemahan nilai tukar bisa berbeda-beda bagi setiap orang. Selain empat poin diatas tersebut juga ada sejumlah efek minor lain yang mungkin timbul. Namun dampaknya bagi negara merupakan gabungan dari semua dampak negatif dan positif itu, sehingga ibarat penjumlahan dan pengurangan dalam matematika, apakah menguntungkan atau merugikan hasil akhirnya akan tergantung pada lebih banyak mana antara positif dan negatifnya, dan itupun bervariasi antar sektor ekonomi.
No comments:
Post a Comment