Thursday, 26 June 2014

Pemilu dalam negeri bisa kontribusi Kurs Rupiah menjadi lemah



Kurs Rupiah terhadap Dollar AS sudah beberapa hari ini berada di kisaran 12.000an. Kurs Rupiah selama prosesi Pemilu 2014 telah mengalami pelemahan signifikan dan kian hari kian parah.  Harga-harga barang juga cenderung naik. Perekonomian global memang sedang mengalami banyak masalah, khususnya  di AS dan Tiongkok yang menjadi partner dagang utama Indonesia. Kondisi itu membuat perekonomian Indonesia semakin sulit. Tetapi apakah hanya itu saja?

Disamping tekanan ekonomi dalam dan luar negeri cukup berat dan kian meningkat, sebenarnya banyak orang mengklaim bahwa dalam masa-masa pemilu, kurs Rupiah memang biasanya cenderung melemah dan inflasi tinggi. Kenapa? Dalam artikel ini, kami akan mencoba mengupas tuntas pengaruh Pemilu terhadap kurs Rupiah dan inflasi.


Kebijakan Mungkin Berubah, Investor Tunda Investasi
Dalam pemilihan umum di negara bersistem demokrasi, masyarakat akan memilih orang-orang yang akan menentukan jalannya negeri dalam beberapa tahun yang akan datang. Pemerintahan yang sekarang akan digantikan oleh orang-orang baru yang strateginya dalam menjalankan Indonesia belum diketahui. Padahal, menjalankan suatu negeri meliputi juga mengatur kebijakan-kebijakan ekonomi yang bisa jadi disukai ataupun tidak.

Kebijakan ekonomi selalu bersifat "trade-off"; akan ada sesuatu yang dikorbankan untuk mencapai sesuatu. Karenanya, suatu kebijakan yang disukai sekelompok orang, mungkin dibenci oleh kalangan lainnya. Mari ambil contoh penerapan larangan ekspor bijih mineral (mineral mentah) yang mulai diberlakukan bulan Januari 2014 berdasarkan UU Minerba. Perusahaan dilarang mengekspor barang tambangnya, kecuali mereka menunjukkan komitmen untuk membangun tempat pengolahan yang disebut smelter. Banyak pihak mengkritik kebijakan ini karena mengakibatkan banyak pengangguran dari sektor pertambangan, melebarkan defisit neraca perdagangan Indonesia, serta membuat perusahaan-perusahaan tambang lokal gulung tikar. Pemasukan pundi-pundi Indonesia dari ekspor bijih mineral itu cukup besar, sehingga kalau ekspornya bermasalah, maka dengan sendirinya defisit neraca perdagangan kita naik.

Namun pemerintah Indonesia saat ini "keukeuh" mempertahankan kebijakan tersebut. Alasannya, apabila Indonesia terus menerus mengekspor mineral mentah, maka Indonesia tidak akan pernah bisa mengolah hasil tambangnya sendiri dan selamanya tergantung perusahaan asing. Oleh karena itu, perusahaan-perusahaan pertambangan di Indonesia perlu dipaksa untuk membuat smelter agar ekspor Indonesia juga bernilai lebih tinggi, dan Indonesia memegang posisi tawar yang lebih baik di pasar komoditas Internasional. Jika demikian, apakah keputusan larangan ekspor bijih mineral ini baik, atau buruk? Sesuatu yang buruk di jangka pendek, bisa jadi baik di jangka panjang, dan demikian pula sebaliknya. Tetapi orang umumnya berfokus pada akibat yang dirasakan saat ini, termasuk juga akibat negatif pelarangan ekspor bijih mineral ini pada perusahaan dan pekerja tambang.

Oleh karena itu, banyak pihak telah mulai melobi calon-calon presiden agar membatalkan kebijakan tersebut. Pergantian pemerintahan pasca pemilu membuka kemungkinan adanya kebijakan yang dibatalkan, diganti, atau diperbarui. Akibatnya, para investor yang akan berinvestasi dalam pembuatan smelter cenderung menunda investasinya. Disisi lain, aktivitas ekspor barang tambang tersumbat, neraca perdagangan defisit, dan pengangguran bertambah. Iklim bisnis seperti ini ikut mendorong kurs Rupiah melemah.

Kurs Rupiah akan menguat ketika banyak investor yang membeli saham, obligasi, dan menanamkan modal di perusahaan-perusahaan Indonesia. Padahal dalam kondisi transisional seperti pemilu, orang ragu untuk menanamkan modal dalam jangka panjang. Akibatnya, investor akan cenderung membeli-lalu-menjual dalam jangka pendek, atau malah menjauh sama sekali dari Indonesia di masa pemilu. Efeknya, terjadi fluktuasi kurs Rupiah yang cukup besar.
Belanja Tinggi, Inflasi Tinggi
Inflasi merupakan tren kenaikan harga-harga barang dan jasa di pasar dalam suatu periode tertentu. Ambil contoh inflasi di sekitar bulan Ramadhan. Harga-harga merangkak naik seiring dengan banyaknya masyarakat berbelanja keperluan perayan lebaran. Lalu, apa hubungannya inflasi dengan pemilu?

Jumlah uang beredar di masa pemilu biasanya meningkat karena besarnya pengeluaran privat dan publik. Pengeluaran negara untuk biaya Pemilu jumlahnya tidak sedikit, begitu pula para kandidat anggota DPR/DPD dan calon presiden. Pengeluaran calon-calon wakil rakyat untuk atribut kampanye seperti spanduk, kaos, dan lain-lain merupakan pengeluaran yang tidak terjadi dalam situasi biasa, dan jika dihitung jumlahnya bisa luar biasa besar. Belum lagi biasanya ada "pengeluaran tersembunyi" yang digunakan untuk serangan fajar dan sejenisnya. Situasi ini jika tidak terkendali, maka akan mendorong naiknya inflasi.

Apabila pemilu berjalan damai, serta semua pihak mampu bersikap sportif, maka kenaikan inflasi ini hanya akan bersifat sementara. Lain halnya apabila pemilu berlangsung rusuh, atau ada kandidat yang tidak terima sehingga menuntut ke Mahkamah Konstitusi, maka ketidak-stabilan politik bisa jadi berdampak panjang terhadap perekonomian negeri ini.

Salah satu langkah pertama yang mesti dilakukan oleh pemerintahan baru setelah terbentuk adalah mengembalikan stabilitas ekonomi dan politik, termasuk kurs Rupiah dan inflasi. Salah satunya dengan memberitahukan program-programnya, sehingga memberikan kejelasan mengenai arah perekonomian Indonesia ke depan; kebijakan apa yang akan dipertahankan, akan diganti, dan  baru akan diperkenalkan. Harapannya, dengan demikian kurs Rupiah dan inflasi secara bertahap akan kembali stabil.

Wednesday, 18 June 2014

Pilih Bekerja Sambil Bisnis atau Bisnis Sambil Kerja?



Sahabat semua,
Bertanya tentang pentingnya memikirkan jadi pengusaha harus segera di pikirkan..mengapa? karena menjadi pegawai pasti akan menemukan kejenuhan dan potensi konfliknya terkadang sangat kuat...terutama dari atasan atau pun sesama rekan kerja...kemudian meliat prospek kedepan dari sisi karir dan gaji apakah proporsional atau tidak. Coba rasionalisasikan dengan taraf hidup ideal kita. Saya mau berbagi pengalaman nih...background pendidikan saya farmasi...kurang lebih 13 tahun kerja di Industri banyak yang patut di syukuri dan banyak pula yang harus di evaluasi.
Yang perlu disyukuri daiantaranya :
1.      Mendapatkan ilmu leadership, karena diamanahi punya anak buah
2.      Bisa belajar demage control management, karena banyak menemukan variabel2 yang sangat kita tidak suka baik yang sifatnya subyektif atau obyektif tapi KITA HARUS BERTAHAN
3.      Membuat perencanaan kerja sehingga lebih tertata dan teroganisir
4.      Teliti dalam bekerja, mengingat dampak resiko yang didapat
5.      Dapetin jodoh pasangan hidup
6.      Mendapatkan pelatihan dan ngisi pelatihan (minimal untuk internal) bisa melatih kepercayaan diri dan kapasitas meningkat.
7.      Interaksi degan berbagai bagian yang berbeda dan memiliki background yang berbeda (misal: informatika, hukum, management, sistem informasi dan lain-lain)
8.      Dst....masih banyak lagi

Tapi ada juga yang perlu di evaluasi diantaranya :

1.      Standar salary yang didapat jauh dari nilai kepuasan
2.      Pandangan atasan terhadap kita sbg bawahan kadang terpengaruh sama sifat buruk dan karakter pribadi
3.      Banyak rekan kerja sebagian kurang sependapat dengan kita
4.      Suka menemukan teman kerja yang terbunuh karakternya krn difitnah orang
5.      Kalo sakit gaji dipotong
6.      Tidak terlalu suka kalo diintervensi
7.      Jarak tempat kerja jauh
8.      arir mandek
9.      Jenuhhhhhh
10.  Teman kerja ga kompak
11.  Jarak tempat kerja jauh......haduuh
12.  Sholat ga bisa tepat waktu
13.  Kerja 3 shift (dinas pagi,siang,malam) capeeee deh
14.  Istri & mertua komplain karena Take Home Pay banyak potongan melulu
15.  Sulit dapet rumah
16.  Sulit punya SIM A (krn kapannn lagi punya mobil)
17.  Waktu bersama anak dan istri terbatas tas tas tas
18.  Dst

Akhirnya 2 tahun menjelang resign saya coba mendua, alias punya sampingan, tapi lmyn juga jatuh bangunnya lumayan juga ruginya,,,tapi ga mengapa minimal dari point yang disyukuri saya optimalkan untuk membangun mentalitas saya. dan sekarang saya sudah bakar kapal tentang kefarmasian dan berwira usaha....tapi momen yang paling bagus untuk maju adalah saat kita memilih membakar jembatan, biar kita tidak terlalu PRAGMATIS...
yukkk di share pengalaman yang lain agar bisa menjadi ilmu dan terutama mulai memikirkan dan harus dipikirkan untuk berbisnis dengan berbekal pengalaman dan mental kerja di perusahaan...
Dan ini pula persis terjadi dengan ex bigbos capri (vaksin) Drh Sugeng, sekarang beliau memiliki usaha kopi luwak cikole yang memiliki high class dan banyak manfaat yang didapat tanpa menghilangkan sistem, pola yang didapat bahkan sampai lay out produksi kopi di perusahaan pun sama, sehingga menjadikannya pengusaha yang professional dan menghasilkan produk yang optimal.
Saya kira di Indonesia masih luas peluang untuk kita jadi pengusaha...
Jadi apa jawaban pilihan pertanyaan judul diatas?
Pilih Bekerja Sambil Bisnis atau Bisnis Sambil Bekerja?
Jawabanya
Perhitungkan pekerjaan sekarang,pikirkan berbisnis, analisa bisnis tersebut dan terakhir segera eksekusi...
Semoga sahabat semua diberikan kemudahan dalam memilih produk bisnis yang baik dan menguntungkan

cek nih link profil dan bisnisku...
www.faizalrakhman.blogspot.com
www.raharjavisimadani.blogspot.com


 
Blogger Templates