Di suatu pagi
hari dalam ruang rapat yang begitu tampak serius, dipimpin langsung oleh
pimpinan tertinggi perusahaan. Pimpinan rapat pun mempresentasikan beraneka
ragam masalah yang terjadi di perusahaan sehingga menghambat pertumbuhan
perusahaan. Tiba-tiba dari salah seorang peserta menguap sebut saja Ridwan
namanya dihadapan peserta lainnya, seluruh peserta pun menoleh dan
memperhatikan ke arah Ridwan. Sang bos pun, yang merangkap sebagai pimpinan
rapat menggeleng-gelengkan kepala dan menegur Ridwan dengan berkata “Saya
kecewa sekali dengan anda, anda nampaknya kurang peduli dengan rapat yang
serius ini!”. Ridwan langsung menunduk dan berwajah pucat, lalu ia berkata
lirih “Maaf saya menyampaikan sesuatu. Saya seharusnya tidak bisa ikut rapat
ini, tetapi mengingat rapat ini sangat penting,saya mencoba hadir”. Matanya
berkaca-kaca “anak saya tadi malam mengalami kecelakaan. Saat ini sedang
dirawat di ICCU rumah sakit dalam keadaan tidak sadar. Jadi semalam saya tidak
bisa tidur”. Semua peserta langsung tertunduk. Mereka terjerumus prasangka,
paradigma, atau belenggu pikiran, yang menganggap jika ada peserta rapat
menguap ditengah rapat diartikan orang tersebut tidak antusias. Sebuah
prasangka negatif.
Rapat kemudian
dilanjutkan, kali ini materinya membahas proses produksi dan pelayanan yang
lambat, hal ini memang lumrah bisa terjadi di perusahaan manapun. Tidak
sesuainya target yang telah ditentukan. Hal ini mengakibatkan banyak complain
dari pelanggan. Pada saat rapat berlangsung, terdapat dua kubu yang
bertentangan. Kubu departemen keuangan melawan kubu operasional. Kubu keuangan
menganggap bagian operasional hanya menghabisan biaya saja. Sedangkan bagian
operasional menganggap bahwa bagian keuangan tidak tahu menahu operasional
perusahaan. Hal ini memang tidak dikemukakan ditengah rapat tersebut. Tetapi
Bahasa negative yang tidak terucap terasa kental disana. Hal tersebut pernah
pula mereka ungkapkan secara tidak sadar di luar rapat. Mereka terperangkap
dalam prasangka yang buruk masing-masing. Akibat dari kejadian tersebut mereka
saling menahan informasi penting, bersikap defensive, tidak mau bantu membantu,
dan kemampuan terbaik pun sulit muncul (performa menurun). Hal ini telah
meerugikan semua pihak khususnya perusahaan yang selama ini setiap departemen
yang berhubungan interaksinya hanya didasari oleh Standard Operating Procedure
baku dan kaku. Tidak ada landasan saling percaya, inilah masalah utama yang
mengakibatkan menurunnya kinerja perusahaan, akibatnya hilang kepercayaan
pelanggan.
Sebuah contoh
lain,ada sesorang sebut saja SW pada suatu ketika SW ditawari oleh seorang
kawannya yang berprofesi supir taksi agar bisa membeli taksi karena memiliki
prospek yang cukup menjanjikan. Mulanya SW meraasa curiga dan berpikir
“Jangan-jangan saya akan ditipu”, namun demikian SW mengambil langkah yang
mengejutkan. Ia membeli taksi tersebut dan sekaligus memberikan kesempatan
kepada supir taksi tersebut untuk menjalankan taksi tersebut, dengan catatan
sang supir taksi tersebut membayar uang setoran Rp 100.000,- per hari sementara
rata-rata setoran saat itu Rp 165.000,-. SW mengatakan bahwa hitungan satu
bulan adalah 30 hari, satu hari adalah milik sang supir alias bebas setor.
Mobil boleh dibawa pulang, tapi perawatan seluruhnya merupakan tanggung jawab
sang supir. Satu bulan kemudian sang supir datang ke rumah SW dengan taksinya
sambal memperlihatkan uang segepok uang tunai dan berseru”Lihat, saya sekarang
sudah punya tabungan segini banyaknya!”. Selanjutnya bisnis itu berjalan lancer
dan maju. Sungguh sebuah pekerjaan yang betul-betul dilandasi dengan
kepercayaan dan prasangka yang baik akan menghasilkan sebuah hasil yang baik
pula.
Tindakan
seseorang sangat bergantung dengan alam pikirannya maasing-masing. Setiap orang
diberikan kebebasan untuk memilih responnya sendiri-sendiri. Ia bertanggung
jawab atas sikap yang ditimbulkan dari pikirannya sendiri. Andalah “Raja” dari
pikiran anda sendiri. Bukan lingkungan sekeliling anda, namun lingkungan ikut
serta berperan dalam mempengaruhi cara berikir seseorang. Bila lingkungannya
pahit maka ia pun menjadi pahit, selalu curiga dan seringkali berprasangka
negative kepada orang lain. Pikiran negative ini akan semakin bertambah dan
kian menguat ketika system informasi maju. Dan media seperti internet,
televise, media cetak dan seterusnya yang terus memborbardir pikirannya dengan
berita-berita tentang kriminalitas (penipuan, pembunuhan, perampokan, dan
lain-lain) yang akhirnya terpengaruh, ia menjadi orang yang selalu berprasangka
buruk dan curiga kepada orang lain. Prasangka buruk akan mangakibatkan orang
menjadi bersikap difensif dan tertutup, karena beranggapan bahwa orang lain
adalah musuh yang berbahaya. Cenderung menahan informasi dan tidak mau
bekerjasama. Akibatnya justru ia sendiri yang akan mengalami kerugian, seperti
turunnya kinerja, tidak mampu melakukan sinergi dengan orang lain,
peluang-peluang emas yang terlewatkan atau bahkan tersingkir ditengah pergaulan
sosialnya. Baginya orang lain adalah musuh berbahaya. Padahal sebenarnya
“pikirannyalah” musuh yang lebih berbahaya.
Sebaliknya orang
yang memiliki prinsip akan lebih mampu melindungi pikirannya. Ia mampu memilih
respon positif ditengah lingkungan paling buruk sekalipun. Ia akan tetap
berpikir positif dan selalu berprasangka baik pada orang lain. Ia akan tetap
berpikir positif dan berprasangka baik pada orang lain, ia menciptakan
lingkungannya untuk saling percaya, saling mendukung, bersikap terbuka dan
kooperatif.
“Hai orang-orang
yang beriman! Janganlah terlalu banyak sangka menyangka. Sungguh, sebagian
prasangaan adalah dosa. Janganlah saling memata-matai dan janganlah saling
memfitnah…” (QS 49:12)
“janganlah kamu
berdiri seperti orang-orang asing yang mau saling diagungkan” (hadits Rasul
SAW)
Yuk..saatnya kita selalu berbaik sangka biar mendapatkan performa yang terbaik*berbagai sumber
No comments:
Post a Comment