Wanita tua itu sedang menikmati makanannya ketika saya
berdiri tak jauh darinya. Ia menoleh dan menyadari bahwa saya sedang
mencari tempat di restoran tersebut untuk menikmati makanan bersama
keluarga. Wanita itu tahu bahwa saya kesulitan menemukan tempat untuk
kami berlima. Ia pun tersenyum kepada saya dan berkata dalam bahasa yang
tidak saya mengerti – saat itu kami sekeluarga sedang berada di Hong
Kong – mempersilakan saya duduk, kemudian membawa nampannya sendiri dan
pindah ke tempat duduk yang lain, yang hanya mempunyai dua kursi tak
jauh dari situ. Saya tersenyum, menganggukkan kepala seraya mengucapkan
terima kasih kepadanya.
Pembaca yang budiman, kejadian tersebut memang sangat
sederhana, tetapi ada pelajaran penting yang dapat kita ambil di
dalamnya: kebaikan. Wanita tua tadi sedang mempraktikkan kebaikan yang
tulus dan tanpa syarat kepada orang yang tak dikenalnya.
Sesungguhnya, pengalaman serupa sering saya alami di
berbagai tempat makan di Jakarta. Ketika akhir pekan, mal dan pusat
perbelanjaan dipadati pengunjung dan salah satu kesulitan yang sering
saya alami adalah ketika akan menikmati makanan di restoran maupun food court.
Sering saya mendapati seluruh tempat terisi penuh, tetapi saya belum
pernah menemukan ada orang yang bersedia pindah ke tempat duduk dengan
kursi yang lebih sedikit untuk memberikan kesempatan pada rombongan yang
lebih besar duduk di sana. Yang lebih sering saya alami justru adalah
orang-orang yang benar-benar sadar bahwa ada keluarga lain yang menunggu
giliran dan berdiri di dekat mereka, tetapi malah berlama-lama
mengobrol padahal mereka sudah selesai menikmati makanan. Bahkan,
beberapa di antara mereka sempat melirik kami yang berdiri tak jauh dari
mereka sambil meneruskan percakapan mereka seolah-olah sama sekali
tidak melihat kami berdiri.
Pembaca yang budiman, kebaikan memang sesuatu yang tak
mudah. Kebanyakan dari kita melakukan kebaikan ketika mempunyai
kepentingan. Kita melakukan kebaikan ketika membutuhkan bantuan orang
lain. Kita berbuat baik ketika mengharapkan sesuatu yang lebih besar.
Kita tidak berbuat baik kepada orang-orang ketika kita tidak memiliki
kepentingan terhadap mereka. Kalau demikian, apakah perbuatan baik
tersebut sungguh-sungguh perbuatan baik?
Di sinilah sesungguhnya perbedaan antara kebaikan dan
kepentingan. Orang yang baik senantiasa berbuat baik kepada siapa pun
terlepas dari konteks dan kepentingan apa pun. Namun ketika kebaikan
tidak dilakukan secara konsisten, itulah yang disebut dengan
kepentingan. Kita berbuat baik pada orang tertentu tetapi tidak
melakukan kebaikan pada orang yang lain. Ini adalah kepentingan. Jadi,
definisi kepentingan adalah kebaikan yang tidak konsisten.
Kepentingan kini telah menjadi kata kunci dalam bisnis
dan politik. Hampir tidak ada bisnis yang dijalankan tanpa kepentingan.
Dalam politik, apalagi. Bukankah jargon yang terkenal dalam politik
adalah “Tidak ada musuh yang abadi, tidak ada teman yang sejati. Yang
ada hanyalah kepentingan yang abadi”?
Kepentingan dengan demikian telah menjadi Tuhan, sesuatu
yang dikejar orang selama ini. Dan ketika hidup semata-mata dalam
kepentingan, kita sesungguhnya tidak berbeda dari hewan. Dalam
kepentingan tidak ada kebaikan, tidak ada spiritualitas. Segala sesuatu
bersumber dan berfokus pada diri sendiri. Hal ini tentu saja mereduksi
hakikat kemanusiaan kita dari makhluk spiritual menjadi makhluk fisik.
Maka, tak aneh kalau sebutan kita adalah sebagai hewan ekonomi, hewan
politik, dan sebagainya.
Ada beberapa perbedaan antara kebaikan dan kepentingan.
Pertama, kebaikan sesungguhnya adalah pemberian yang berdasarkan cinta,
sementara kepentingan adalah pemberian yang didasarkan pada keinginan
untuk mendapatkan yang lebih banyak lagi. Ketika kita memberi
berdasarkan cinta, kita akan melakukan hal yang sama untuk semua orang.
Namun kalau kita memberi atas dasar kepentingan, kita akan
membeda-bedakan perlakuan kita kepada satu orang dengan orang yang lain.
Kepada orang-orang yang berpotensi memberikan keuntungan yang banyak,
kita akan memberikan yang terbaik untuk mereka, tetapi tidak demikianlah
perlakuan kita kepada orang-orang yang tak berpotensi menguntungkan
kita di masa depan.
Dengan demikian, fokus kepentingan sesungguhnya hanyalah
diri kita sendiri, sementara fokus kebaikan adalah kepentingan orang
lain. Dan di sinilah terletak keindahannya, ketika kita melayani orang
lain dengan tulus, sesungguhnya kita sendiri sedang mendapatkan
pelayanan terindah yang tak dapat diungkapkan dengan kata-kata yang
paling canggih sekalipun.
Kedua, bagi orang-orang yang baik berlaku rumus
“kebaikan mengalahkan kepentingan”, sementara bagi orang-orang yang
berparadigma transaksional berlaku rumus “kepentingan mengalahkan
kebaikan”. Orang yang baik akan melakukan kebaikan kepada siapa pun,
termasuk kepada orang-orang yang tidak berpotensi memberikan keuntungan
atau menimbulkan bahaya baginya. Ketika berbuat baik, ia tidak memilah
dan memilih orang lain dengan menggunakan kacamata kepentingan, karena
baginya berbuat baik adalah perwujudan rasa cinta kepada sesama. Karena
itu, ia juga berbuat baik kepada orang-orang yang memiliki posisi lebih
lemah dari dirinya, kepada orang-orang yang berada di bawah
kekuasaannya.
Ketiga, ciri-ciri orang yang baik adalah berbuat
kebaikan secara spontan tanpa berpikir terlalu jauh. Spontan yang saya
maksud di sini bukanlah dalam konteks perilaku yang reaktif, tetapi
perilaku yang selalu mengedepankan kebaikan dalam bentuk tindakan yang
spontan dan tanpa pamrih. Ini berbeda dari orang yang berpikir
kepentingan. Dalam melakukan kebaikan mereka tidak bisa spontan, tetapi
harus berpikir dulu masak-masak, serta mengkalkulasi manfaat dan
biayanya, untung dan ruginya.
Ngomong-ngomong, apakah Anda orang yang spontan ketika melakukan kebaikan?
Arvan Pradiansyah
Happiness Inspirer Pertama di Indonesia
Managing Director Institute of Leadership & Life Management (www.ilm.co.id)
Follow @arvanpra
www.arvanpradiansyah.com
Happiness Inspirer Pertama di Indonesia
Managing Director Institute of Leadership & Life Management (www.ilm.co.id)
Follow @arvanpra
www.arvanpradiansyah.com
*) Penulis bestseller The 7 Laws of Happines & narasumber talkshow Smart Happiness di SmartFM Network.
No comments:
Post a Comment