Pada prinsipnya, sistem yang mendewakan uang kartal adalah sistem
penipuan terhadap masyarakat banyak. Secara sederhana, sistem ini bisa
digambarkan sebagai mencetak sebanyak-banyaknya uang kartal (uang simbol
yang sesungguhnya tidak memiliki nilai sama sekali) dan mengguyurnya ke
tengah masyarakat. Di lain pihak dalam waktu bersamaan, pengelola atau
pengusaha yang mencetak uang kartal itu menarik sebanyak-banyaknya
batangan emas ke pihaknya dari masyarakat luas. Jadi mereka menukar uang
kartal yang sama sekali tidak ada harganya dengan batangan-batangan
emas.
Sejarah Dollar AS
Sejarah uang kartal
bisa kita lihat dengan sangat bagus dalam sejarah perekonomian Amerika
Serikat. Semua paparan di bawah ini terkait sejarah uang di AS dikutip
dari buku “Knights Templar, Knights of Christ” (Pustaka Alkautsar,
2006).
Jauh sebelum AS terbentuk, para Mason telah berada di
daratan ini. Ketika Amerika masih berupa 13 koloni Inggris, Benjamin
Franklin mengunjungi London dan menemui sejumlah pemodal Yahudi di sana.
Dalam pertemuan yang dicatat dalam Dokumen Senat AS halaman 98 butir
33, yang dilaporkan Robert L. Owen, Mantan Kepala Komisi Bank dan
Keuangan Kongres AS, dilaporkan bahwa wakil-wakil perusahaan Rothschild
di London menanyakan kepada Benjamin Franklin hal-hal apa saja yang bisa
membuat perekonomian koloni Amerika itu bisa maju.
Franklin
anggota Freemansonry Inggris itu menjawab, "Itu mudah. Kita akan cetak
mata uang kita sendiri, sesuai dengan kebutuhan yang diperlukan oleh
industri yang kita miliki”. Rothschild segera saja mencium kesempatan
besar untuk menangguk untung di koloni Inggris ini. Namun sebagai
langkah awal, hak untuk mencetak uang sendiri bagi koloni di seberang
lautan tersebut masih dilarang oleh Inggris yang sudah dikuasai Yahudi.
Amshell
Mayer Rothschild sendiri saat itu masih sibuk di Jerman mengurus
bisnisnya, yang salah satu cabang usahanya adalah mengorganisir tentara
bayaran (The Mercenaries) Jerman bagi Inggris untuk menjaga
koloni-koloni Inggris yang meluas melampaui Eropa. Usulan mencetak mata
uang sendiri bagi Amerika, lepas dari sistem mata uang Inggris, akhirnya
tiba di hadapan Rothschild. Setelah memperhitungkan segala laba yang
akan bisa diperoleh, demikian pula dengan penguasaan politisnya, maka
Rothschild akhirnya menganggukkan kepalanya. Dengan cepat lahirlah
sebuah undang-undang yang memberi hak kepada pemerintah Inggris di
koloni Amerika untuk mencetak mata uangnya sendiri bagi kepentingan
koloninya tersebut. Seluruh asset koloni Amerika pun dikeluarkan dari
Bank Sentral Inggris, sebagai pengembalian deposito sekaligus dengan
bunganya yang dibayar dengan mata uang yang baru. Hal ini menimbulkan
harapan baru di koloni Amerika. Tapi benarkah demikian?
Dalam
jangka waktu setahun ternyata Bank Sentral Inggris - lewat pengaruh
pemodal Yahudi menolak menerima pembayaran lebih dari 50% dari nilai
mata uang Amerika, padahal ini dijamin oleh undang-undang yang baru.
Dengan sendirinya, nilai tukar mata uang Amerika pun anjlok hingga
setengahnya. "…Masa-masa makmur telah berakhir, dan berubah menjadi
krisis ekonomi yang parah. Jalan-jalan di seluruh koloni tersebut kini
tidak lagi aman," demikian paparan Benjamin Franklin yang tercatat dalam
Dokumen Kongres AS nomor 23.
Belum cukup dengan itu, Pemerintah
Pusat Inggris memberlakukan pajak tambahan kepada koloninya tersebut
yakni yang dikenal sebagai Pajak Teh. Keadaan di koloni Amerika
bertambah buruk. Kelaparan dan kekacauan terjadi di mana-mana.
Ketidakpuasan rakyat berbaur dengan ambisi sejumlah politikus. Situasi
makin genting. Dan tangan-tangan yang tak terlihat semakin memanaskan
situasi ini untuk mengobarkan apa yang telah terjadi sebelumnya di
Inggris dan Perancis: Revolusi.
Sejarah mencatat, bentrokan
bersenjata antara pasukan Inggris melawan pejuang kemerdekaan Amerika
Serikat meletus pada 19 April 1775. Jenderal George Washington diangkat
menjadi pimpinan kaum revolusioner. Selama revolusi berlangsung,
Konspirasi Yahudi Internasional seperti biasa bermain di kedua belah
pihak. Yang satu mendukung Inggris, memberikan utang dan senjata untuk
memadamkan "pemberontakan kaum revolusioner", sedangkan satu pihak lagi
mendukung kaum revolusioner dengan uang dan juga senjata. Tangan-tangan
Konspirasi menyebabkan Inggris kalah dan pada 4 Juli 1776, sejumlah
tokoh Amerika Serikat mendeklarasikan kemerdekaannya.
Merdeka
secara politis ternyata tidak menjamin kemerdekaan penuh secara
ekonomis. Kaum pemodal Yahudi dari Inggris masih saja merecoki
pemerintahan yang baru saja terbentuk. Rothschild dan seluruh
jaringannya tanpa lelah terus menyusupkan agen-agennya ke dalam tubuh
Kongres. Dua orang agen mereka, Alexander Hamilton dan Robert Morris
pada tahun 1783 berhasil mendirikan Bank Amerika (bukan bank sentral),
sebagai "wakil" dari Bank Sentral Inggris. Melihat gelagat yang kurang
baik, Kongres membatalkan wewenang Bank Amerika untuk mencetak uang.
Pertarungan secara diam-diam ini berlangsung amat panas. Antara kelompok
pemodal Yahudi dengan sejumlah tokoh Amerika, yang herannya banyak pula
yang merupakan anggota Freemasonry, untuk menguasai perekonomian negara
yang baru ini.
Thomas Jefferson menulis surat kepada John Adams,
"Saya yakin sepenuhnya bahwa lembaga-lembaga keuangan ini lebih
berbahaya bagi kemerdekaan kita daripada serbuan pasukan musuh. Lembaga
keuangan itu juga telah melahirkan sekelompok aristokrat kaya yang
kekuasaannya mengancam pemerintah. Menurut hemat saya, kita wajib
meninjau hak mencetak mata uang bagi lembaga keuangan ini dan
mengembalikan wewenang itu kepada rakyat Amerika sebagai pihak yang
paling berhak."
Para pemodal Yahudi pun marah bukan main
mengetahui surat ini. Nathan Rothschild secara pribadi mengancam
Presiden Andrew Jackson akan menciptakan kondisi Amerika yang lebih
parah dan krisis berkepanjangan. Tapi Presiden Jackson tidak gentar.
“Anda sekalian tidak lain adalah kawanan perampok dan ular. Kami akan
menghancurkan kalian, dan bersumpah akan menghancurkan kalian semua!”
Pemodal
Yahudi benar-benar marah sehingga mendesak Inggris agar menyerbu
Amerika dan terjadilah perang pada tahun 1816. William Guy Carr telah
merinci kejadian demi kejadian ini dengan sangat bagus. Presiden Abraham
Lincoln sendiri pada malam tanggal 14 April 1865 dibunuh oleh seorang
Yahudi bernama John Dickles Booth. Konspirasi memerintahkan pembunuhan
ini karena mengetahui bahwa Presiden Lincoln akan segera mengeluarkan
sebuah undang-undang yang akan menyingkirkan hegemoni Konspirasi
terhadap Amerika. Si pembunuh Lincoln, Dickles Booth, berhubungan dengan
Yahuda B. Benjamin, seorang agen Rothschild di Amerika. Booth sendiri
tertangkap dan dihukum, sedangkan pihak Konspirasi tetap aman.
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment